ASUHAN
KEPERAWATAN HALUSINASI
A.
Definisi
Halusinasi adalah pengalaman panca
indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar
suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan
itu (Hawari, 2001).
Halusinasi
adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs,
2002).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan
atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi
pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh
dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima
rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien
berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien
dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau
perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak
terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu
penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus
eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan
pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar
suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan musik dalam
keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun (Maramis, 2005).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar
suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara
mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut
(Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan
oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil
kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap
lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi
pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya
suara–suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
B.
Etiologi
Menurut
Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
Faktor
predisposisi
1).
Biologis
Abnormalitas
perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang
maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang
berikut:
a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak
yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal,
temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang
berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan
terjadinya skizofrenia.
c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan
skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks
bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak
tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).
2).
Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon
dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat
mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan
kekerasan dalam rentang hidup klien.
3).
Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam)
dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
Faktor
Presipitasi
Secara
umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan
yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak
berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat
mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
C.
Gejala Halusinasi
Menurut
Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai
berikut:
a)
Bicara sendiri.
b)
Senyum sendiri.
c)
Ketawa sendiri.
d)
Menggerakkan bibir tanpa suara.
e)
Pergerakan mata yang cepat
f)
Respon verbal yang lambat
g)
Menarik diri dari orang lain.
h)
Berusaha untuk menghindari orang
lain.
i)
Tidak dapat membedakan yang
nyata dan tidak nyata.
j)
Terjadi peningkatan denyut
jantung, pernapasan dan tekanan darah.
k)
Perhatian dengan lingkungan
yang kurang atau hanya beberapa detik.
l)
Berkonsentrasi dengan
pengalaman sensori.
m)
Sulit berhubungan dengan orang
lain.
n)
Ekspresi muka tegang.
o)
Mudah tersinggung, jengkel dan
marah.
p)
Tidak mampu mengikuti perintah
dari perawat.
Jenis
Halusinasi
1.
Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.
2.
Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.
3.
Penghidung
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.
4.
Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
5.
Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
6.
Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.
Tahapan
terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan
setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:
Fase
I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah
dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri.
Fase
II :
Pengalaman
sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin
mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini
terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti
peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah),
asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan realita.
Fase
III :
Klien
berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain,
berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada
dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan
orang lain.
Fase
IV :
Pengalaman
sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi
perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap
perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi
klien sangat membahayakan.
D.
Diagnosa Keperawatan
1.
Resiko mencederai diri sendiri
orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
Tujuan
umum:
Tidak
terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
Tujuan
khusus:
Ø
Klien dapat membina hubungan
saling percaya Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat
tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2. Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
2. Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
3. Dengarkan
klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK
Klien
dapat mengenal halusinasinya.
Klien
dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata.
Ø
Intervensi:
Adakan kontak sering dan singkat.
Adakan kontak sering dan singkat.
Rasional:
Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.
Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.
Ø
Observasi segala perilaku klien
verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi.
Rasional:
Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif
Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi perawat.
Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif
Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi perawat.
Rasional:
Meningkatkan
realita klien dan rasa percaya klien.
Klien
dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan
halusinasi.
Diskusikan
dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi.
Rasional:
Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi keperawatan.
Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi.
Rasional :
Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi keperawatan.
Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi.
Rasional :
Dengan
diketahuinya faktor predisposisi membantu dalam mengontrol halusinasi.
TUK
3:
Klien
dapat mengontrol halusinasi.
3.1
Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan apabila halusinasinya
timbul.
Intervensi:
Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul.
Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul.
Rasional:
Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.
3.2 Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan melawan suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan kegiatan : menyapu/mengepel, minum obat secara teratur, dan lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi.
Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.
3.2 Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan melawan suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan kegiatan : menyapu/mengepel, minum obat secara teratur, dan lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi.
3.2.1Diskusikan
dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan halusinasi.
3.2.2.Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.
Rasional:
hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan.
3.2.3.Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan halusinasi.
3.2.2.Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.
Rasional:
hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan.
3.2.3.Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
Meningkatkan harga diri klien.
TUK
4:
Klien
dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.
4.1Klien
mau minum obat dengan teratur.
Intervensi
:
4.1.1Diskusikan
dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum obat secara teratur.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum obat secara teratur.
TUK
5:
Klien
mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5.1Klien mendapat sistem pendukung keluarga.
5.1Klien mendapat sistem pendukung keluarga.
Intervensi:
5.1.1Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien bila halusinasinya timbul.
5.1.1Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien bila halusinasinya timbul.
Rasional
:
Mengetahui
tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.
5.1.2Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk rajin minum obat, setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien.
5.1.2Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk rajin minum obat, setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien.
No comments:
Post a Comment